Sindbad Terdampar Di Pulau Ikan - Part 1

Kisah Sindbad adalah kisah yang sangat terkenal diantara sekian banyak cerita Seribu Satu Malam. Kisah ini konon terjadi pada masa khalifah Harun Al-Rasyiddi Baghdad. Sindbad berasal dari keluarga pedagang besar yang kaya raya. Ketika Sindbad masih kecil ayahnya meninggal dunia, ia mewarisi harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya, terdiri dari tanah-ladang, bangunan dan harta benda lainnya.

Ketika ia menginjak dewasa maka mulailah ia mengumbar hawa nafsunya dengan harta yang digenggamnya. Makan minum sepuasnya, bergaul dengan anak-anak muda, mengenakan pakaian-pakaian indah. Kawannya banyak, sahabatnya juga banyak. Lama ia hdup berfoya-foya seperti itu sampai akhirnya hartanya ludes, tinggal beberapa rumah dan ladang. Sebelum hartanya ludas sama sekali, untung Sindbad sempat menyadarinya, ia harus bekerja untuk tetap hidup, maka ia menjual seluruh hartanya sehingga terkumpul uang tiga ribu dirham.

Ia pergi berlayar ke luar negeri untuk mengadu nasib. Ia segera berangkat ke kota Basrah. Dari basrah Sindbad berlayar selama berhari-hari dan bermalam-malam dari laut ke laut dan dari pulau-pulau, dan, berjual beli, dan mengadakan tukar-menukar hingga Sindbad tiba di sebuah pulau yang sangat indah. Disana kapten berlabuh, membuang sauh, dan mengeluarkanp papan untuk mendarat. Lalu semua orang yang berada di kapal mendarat di pulau itu. Mereka membuat tungku dari kayu, menyalakan api, dan menyibukkan diri dengan berbagai tugas, sebagian orang memasak, sebagian mencuci, dan sebagian yang lain berjalan-jalan melihat pemandangan.

Sindbad sendiri ada bersama mereka yang pergi menjelajahi tempat itu, sementara para penumpang berkumpul untuk makan dan minum serta membuat permainan-permainan dan menghibur diri. Sementara mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing, kapten, yang berdiri di sisi kapal, berteriak keras-keras,

Kapten : Wahai para penumpang, Berlarilah sekencang-kencangnya dan bergegaslah kembali ke kapal untuk menyelamatkan diri. Sebab pulau ini tempat kalian berada sesungguhnya bukan pulau melainkan seekor ikan besar yang berdiam di tangah laut, dan pasir telah menumpuk di atasnya, menjadikannya tampak seperti sebuah pulau, dan pepohonan telah tumbuh sejak lama. Ketika kalian menyalakan api di atasnya, ia merasakan panasnya api dan mulai bergerak, dan itu akan segera menjatuhkan kalian ke laut, dan kalian semua akan tenggelam. Selamatkan diri kalian sebelum mati binasa!

Ketika para penumpang mendengar peringatan kapten, mereka bergegas memasuki kapal, meninggalkan tungku-tungku kayu, panci-panci masak tembaga, semua peralatan dan barang-barang mereka. Sebagian berusaha membawanya ke kapal, tapi sebagian lagi tidak. Pulau itu bergerak dan tenggelam ke dasar laut dengan segala sesuatu yang ada diatasnya, dan gemuruh suara laut dengan gelombangnya yang menggelegar menutupnya,

Sindbad adalah salah seorang yang tertinggal di atas pulau itu, ia perosok ke dalam laut bersama orang-orang lain yang bernasib sama. Tapi Tuhan yang Maha Besar menyelamatkan Sindbad sehingga tidak tenggelam dan memberinya senuah papan kayu yang biasa digunakan penumpang untuk mencuci. Sindbad memegangnya erat-erat untuk mempetahankan nyawanya, dan mulai mengayuh kaki, semenara gelombang laut melemparkannya ke kanan dan ke kiri. Sementara itu, kapten mengembangkan layar dan meneruskan pelayarannya bersama orang-orang yang berhasil memasuki kapal, tanpa memperhatikan mereka yang tenggelam.

Sindbad terus menatap kapal hingga lenyap dari pandangan. Ia terus terombang-ambing hingga malam tiba, ia menjadi putus asa. Ia tetap berada dalam keadaan demikian selama sehari semalam, tapi dengan bantuan angin dan gelombang, papan kayu itu mendaratkannya ke sebuah pulau tinggi, dengan cabang pohon-pohon menggantung di atas air. Sindbad meraih cabang sebatang pohon yang tinggi, berpegang erat padanya, dan memanjat naik ke daratan. Ia memeriksa tubuhnya dan mendapati kakinya telah mati rasa dan telapak kakinya menunjukkan tanda-tanda bekas digigit ikan,

sesuatu yang tidak ia sadari akibat kelelahan dan penderitaan yang amat sangat berat. Sindbad melemparkan tubuhnya ke atas tanah seperti orang mati, dalam keadaan kelenger, kehilangan kesadaran hingga hari berikutnya, ketika matahari terbit dan ia terbangun dia atas pulau. Ia mendapati kakinya telah membengkak dan tidak berdaya. Maka Sindbad mulai bergerak, kadangkala dengan menyeret diri dalam posisi duduk, kadangkala merayap di atas lututnya, ternyata pulau itu mempunyai buah-buahan yang melimpah dan mata air yang rasanya manis.

Sindbad makan buah-buahan itu, dan setelah beberapa hari kekuatannya pulih kembali, dan Sindbad merasa segar serta mampu bergerak kesana kemari. Sindbad hidup dengan cara ini hingga suatu hari, ketika Sindbad sedang berjalan menyusuri pantai, ia melihat sosok yang tidak jelas di kejauhan dan mengira itu seekor binatang liar atau salah satu makhluk laut. Sindbad berjalan mendekatinya, sepasang matanya tidak berkedip, dan yang dilihatnya ternyata seekor kuda betina yang sangat elok yang di tambatkan di dekat pantai. Sindbad mendekatinya, tapi ia meringkik keras saat melihat Sindbad, dan Sindbad merasa takut, ketika ia hendak menjauhkan diri, seorang pria muncul tiba-tiba dari tanah, memanggil dan mengejarnya, sambil berkata,

Seorang Pria : Siapakah engkau, darimana asalmu, apa yang membawamu kesini?
Sindbad : “Tuan, aku seorang asing, dan aku sedang berlayar dengan kapal dan jatuh ke laut dengan beberapa penumpang lain, tapi Tuhan menolongku dengan sebatang kayu, dan aku naik ke atasnya dan terapung-apung hingga gelombang melemparkanku ke pulau ini.

Ketika ia mendengar kata-kata Sindbad, dia memegang tangan anak muda itu danberkata,

Seorang Pria : Mari ikut bersamaku.

Sindbad pergi bersamanya, dan dia menuruni semacam gua di bawah tanah. Mereka memasuki sebuah ruangan besar, dan dia menyuruh Sindbad duduk diujung ruangan yang meninggi dan membawakan makanan. Sindbad sedang lapar maka ia makan hingga kenyang. Lalu orang itu menanyakan tentang keadaan Sindbad dan apa yang telah terjadi padanya. Sindbad menceritakan pengalamannya dari awal hingga akhir, orang itu nampak terkagum-kagum. Lalu ganti orang itu bercerita tentang dirinya.

Pria : Aku adalah sala seorang yang tersebar di pulau ini. Kami adalah tukang pemelihara kuda dari Raja Mihrajan, yang bertanggung jawab atas seluruh kuda. Setiap bulan pada tanggal muda, kami membawa kuda-kuda betina terbaik yang belum pernah dikawinkan sebelumnya dan menyembunyikannya di ruang bawah tanah, sehingga tidak ada yang melihat kami. Lalu salah satu kuda laut keluar dari pantai setelah mencium bau kuda-kuda betina tersebut dan, karena tau tidak ada yang melihat, menunggangi salah satu di antara mereka. Setelah dia selesai, kuda luat itu turun dari badannya, dia mengajaknya pergi, tapi kuda betina itu tidak dapat mengikutinya karena dia terikat. Lalu kuda laut mulai meringkik-ringkik ke arahnya dan memukulinya berkali-kalidengan kepala dan kuku kakinya. Ketika kami mendengar kuda laut itu meringkik, kami tau bahwa dia sudah selesai dengannya dan turun, dan kami berlari keluar, berteiak-teriak ke arahnya, dan menakutinya agar kembali ke laut. Lalu kuda betina itu hamil dan melahirkan anak kuda betina yang sangat mahal harganya. Inilah saat datangnya kuda laut dan, Insyaallah, aku akan membawamu menghadap Raja Mihrajan dan menunjukkan padamu negeri kami.

Sementara mereka sedang bercakap-cakap, seekor kuda laut besar tiba-tiba muncul dari laut Dan, dengan mengeluarkan ringkikan yang sangat keras, melompat ke atas tubuh kuda betina. Setelah dia selesai dengannya, dia turun dan berusaha membawanya tapi tidak berhasil, karena kuda betina itu menolak, dengan meringkik ke arahnya. Si tukang kuda mengambil sebilah pedang dan tameng kecil dan berlari keluar, berteriak pada kawan-kawannya,
Si Tukang Kuda : Larilah ke laut kuda,

sementara dia memukul tameng dengan pedangnya. ( part 2 )

2 komentar: