Sindbad Di Gunung Kera - Part 1

Sindbad Di Gunung Kera - Kali ini Sindbad berlayar lagi dengan sebuah kapal yang besar dan megah, ia telah membawa perbekalan yang dianggapnya cukup. Bersama dia berlayar pula beberapa orang pedagang dan penumpang lain yang nampaknya terdiri dari orang yang baik-baik, jujur, dan saleh. Mereka berlayar dari laut ke laut dan dari pulau ke pulau dan dari kota ke kota. Hingga pada suatu ketika kapal mereka berada di tengah laut yang gemuruh dan menggila.

Kapten berdiri di sisi kapal dan mencermati laut dari semua arah. Lalu dia menampar wajahnya, menggulung layar, membuang sauh, mencabuti janggutnya, menyobek-nyobek pakaiannya, dan menyuarakan teriakan keras.

Sindbad : “Kapten, ada apa?
Kapten : “Wahai kawan-kawan. Angin telah memaksa kita ke tengah laut, nasib buruk buruk telah membawa kita ke Gunung Kera. Tak pernah seorang pun yang pernah sampai kesini bisa lolos dengan selamat!

Sindbad yakin semua akan binasa, dan tidak lama setelah kapten selesai dengan ucapannya, kapal itu dikelilingi oleh makhluk-makhluk seperti kera yang datang dalam jumlah besar, bagaikan kawanan belalang, dan mengerumuni kapal dan pantai. Sindbad dan kawan-kawannya takut bahwa jika membunuh, memukul, atau mengejar salah satu di antara kera-kera itu, mereka akan dengan mudah membunuh orang-orang itu sebab jumlah kera-kera itu sangat besar sekali. Mereka juga khawatir bahwa kera-kera itu akan merampas barang-barang dan perbekalan mereka.

Kera-kera itu adalah binatang yang paling buruk, dengan muka yang mengerikan, tertutup rambut bagaikan lakan hitam. Kera-kera itu memiliki wajah hitam, mata kuning, dan ukuran tubuh kecil, tidak lebih dari empat jengkal. Tak seorang pun memahami bahasa mereka atau mengetahui siapa mereka, sebab mereka menghindari masyarakat manusia. Mereka menaiki sauh kapal, di setiap sisi, dan memotongnya dengan gigi mereka, dan juga memotong seluruh tali. Maka kapal itu membelok mengikuti arah angin dan berhenti di pantai, di bawah gunung.

Mereka menarik semua pedagang dan penumpang lain dan, setelah mendaratkan semua orang di pulau itu, mengambil kapal itu dengan segala sesuatu di dalamnya dan lenyap ke tempat yang tak dikenal, meninggalkan orang-orang itu di belakang. Sindbad dan penumpang lain tinggal di pulau itu, makan dari sayur-sayuran dan buah-buahan dan minum dari air sungainya hingga suatu hari mereka melihat sebuah bangunan yang sangat megah, terletak di tengah-tengah pulau.

Mereka berjalan ke arah bangunan itu, dan ketika mereka sampai disana, mereka melihat sebuah kastil atau istana yang kukuh, dengan tembok-tembok tinggi dan gerbang dari gading, dengan dua daun pintu, yang dua-duanya terbuka. Sindbad masuk dan melihat di dalamnya ada halaman luas, yang disekitarnya ada banyak pintu tinggi, dan di ujungnya yang meninggi ada sebuah bangku yang besar dan tinggi, diaman terletak tungku-tungku dan panic-panci masak yang menggantung di atasnya. Di seputar bangku itu ada banyak tulang berserakan.

Tapi mereka tidak melihat siapa-siapa dan sangat heran. Lalu mereka duduk sebentar di halaman dan tidak lama kemudian jatuh tertidur. Mereka tidur dari saat menjelang siang hingga sore hari, ketika tiba-tiba mereka merasa bumi bergoncang di bawah mereka, terdengar suara gemuruh di udara, mereka melihat sesuatu turun kearah mereka dari puncak kastil, yaitu sosok yang sangat besar menyerupai manusia, berwarna hitam dan berperawakan tinggi.

seakan-akan dia itu sebatang pohon palem raksasa, dengan mata menyala bagaikan obor, taring bagaikan taring babi hutan, mulut yang besar bagaikan mulut ikan paus, bibir bagaikan bibir unta, menggantung di atas dadanya; telinga bagaikan dua kapal tongkang, menggantung di atas bahunya, dan kuku bagaikan cakar singa. Ketika mereka melihatnya, mereka langsung jatuh pingsan karena ketakutan. Makhluk itu turun, dia duduk di bangku itu beberapa lama, lalu dia bangkit dan, setelah mendatangi mereka, meraih tangan Sindbad di antara para pedagang lainnya dan dengan mengangkat Sindbad tinggi-tinggi, membalik-balikkan tubuh Sindbad.

Sementara Sindbad berjuntai di tangannya seperti sepotong sayuran, dan dia meraba-raba tubuh Sindbad seperti seorang jagal meraba-raba tubuh domba yang akan di bunuhnya. Tapi ketika mendapati kenyataan bahwa tubuh Sindbad lemah karena sedih, kurus akibat perjalanan ini, dan tidak banyak daging, dia melepaskannya dan mengambil salah seorang kawan Sindbad. Ia membolak-balik tubuh kawan Sindbad, meraba-rabanya, seperti yang dilakukan terhadap Sindbad, dan kemudian melepaskannya. Dia terus membolak-balikan mereka dan meraba-raba mereka, satu demi satu, hingga dia menemukan kapten kapal, yang bertubuh gemuk, gagah, dan berbahu lebar, seorang pria yang besar dan kuat.

Dia merasa senang dengan kapten, dan menyambarnya, seperti seorang jagal menyambar binatang yang hendak di potongnya. Lalu dia melemparkannya ke atas tanah, menginjakkan kakinya di atas lehernya dan mematahkannya. Selanjutnya dia mengambil tusukan besi panjang dan menusukkannya ke mulut kapten hingga keluar lagi dari bokongnya. Lalu dia menyalakan api besar dan menempatkan di atasnya tusukan yang menembus tubuh kapten, membalik-balikkannya di atas batu bara, hingga dagingya matang terbakar.

Berikutnya dia mengambil sate kapten dari atas api, dan dengan meletakkan tubuh kapten yang telah gosong itu di hadapannya, memisahkan sendi-sendinya, seperti orang melepaskan sendi-sendi seekor ayam, dan mulai mencabik-cabik daging itu dengan kukunya dan memakannya hingga dia menelan seluruh daging itu dan menggerogoti tulang-tulangnya, dan tidak ada sesuatu pun yang tersisa dari tubuh kapten kecuali tulang-tulangnya. Puas menggerogoti semua daging kapten, dia duduk sebentar di atas bangku dan jatuh tertidur, mendengkur seperti seekor sapi yang disembelih, dan tidur sampai pagi.

Setelah matahari bersinar setinggi tombak dia bangkit dan pergi. Sindbad dan kawannya bangkit dan berjalan-jalan di pulau itu untuk mencari cara melarikan diri atau mencari tempat untuk bersembunyi, daripada mati konyol dipanggang di atas api. Tapi mereka tidak dapat menemukan tempat bersembunyi, ketika malam tiba, mereka terpaksa kembali ke kastil. Belum lama mereka duduk, bumi mulai bergetar di bawahnya, dan makhluk hitam itu mendekati mereka dan mulai menangkap dan membolak-balik dan meraba-raba mereka, satu demi satu, seperti yang dilakukannya pada pertama kali, sampai dia menemukan orang yang disukainya, menyambarnya, dan melakukan terhadapnya apa yang pernah di lakukannya pada kapten.

Lalu dia memanggangnya dan setelah memakannya, berbaring di atas bangku dan tidur, mendengkur sepanjang malam. Pada pagi hari dia bangun dan pergi, meninggalkan mereka seperti biasa. Sindbad berkumpul bersama kawannya dan berkata satu sama lain,

Sindbad : Jika kita menceburkan diri ke laut dan tenggelam, itu akan lebih baik daripada mati di atas api, sebab ini adalah kematian yang mengerikan.
Teman Sindbad : Dengarkan aku! Mari kita cari cara untuk membunuhnya dan melepaskan diri dari bencana ini.
Sindbad : “Dengar kawan-kawan! Jika kita harus membunuhnya, mari kita pindahkan papan-papan kayu ini dan sebagian kayu bakar itu dan membuat sendiri sebah rakit dan, setelah kita dapat membunuhnya, kita pergi dengan rakit itu dan membiarkan laut membawa kita kemanapun yang dikehendaki Tuhan. Lalu kita akan duduk disana sampai ada kapal yang lewat dan menolong kita. dan jika kita gagal membunuhnya, kita masih tetap bisa pergi dengan rakit dan berlayar ke laut, meskipun kita mungkin akan tenggelam, agar kita tidak disembelih dan di panggang di atas api. Jika kita lolos, kita lolos, dan jika kita tenggelam, kita mati layaknya syuhada.
Teman Sindbad :Demi Tuhan, ini rencana yang baik.

Mereka setuju untuk melaksanakannya, maka mereka mengeluarkan kayu dari kastil, membuat sebuah rakit, mengikatnya ke pantai, dan setelah meletakkan makanan di atasnya, kembali ke kastil. Ketika malam tiba, bumi bergetar di bawah mereka, dn masuklah makhluk hitam itu, bagaikan seekor anjing mengamuk. Dia mulai membolak-balikkan mereka dan meraba-raba mereka dan melakukan terhadapnya apa yang telah dilakukannya apada kapten. Lalu dia memakannya dan berbaring untuk tidur di atas bangku. Kini Sindbad bangkit, mengambil dua dari tusukan-tusukan besi yang diletakkan disana, dan meletakannya di atas api yang menyala hingga besi tersebut memerah kepanasan, seperti batu bara yang terbakar.

2 komentar: