Si Pahit Lidah - Part 5

Maka timbulah gagasan untuk tidak melanjutkan pembangunan bendungan raksasa itu. Namun mereka takut berkata terus terang kepada Si Pahit Lidah. Maka istri si Pahit Lidah dijadikan perantara. Maka esok harinya Dayang Merindu menyampaikan berita kepada suaminya bahwa anak mereka menderita sakit. Mendengar berita itu si Pahit Lidah terkejut dan langsung berucap,


Si Pahit Lidah : Kalau begitu anakku akan mati.

Lalu ia bergegas pulang, akibat ucapannya sendiri itu akhirnya anaknya yang tadinya hidup kini benar-benar telah mati. Pekerjaan membendung sungai itu tidak diteruskan karena anaknya tercinta telah mati. Untuk mencegah agar si Pahit Lidah tidak membuat kerusuhan dan keonaran, maka raja mengutus Si Pahit Lidah menaklukan kerajaan-kerajaan di sebelah Ulu yang selama ini mengganggu keamanan kerajaan Tanjung Menang. Tugas itupun akhirnya dapat dilaksanakan dengan baik. Atas keberhasilannya itu si Pahit Lidah menjadi sombong. Kini ia mngincar kedudukan raja yang dijabat kakaknya si Empat Mata.

Dengan kesaktian dan pengalamannya itu ia memperkirakan dirinya lebih tepat menjadi ketimbang saudara-saudara yang lain. Keinginan itu disampaikan terang-terangan kepada saudara-saudaranya yang lain. Tentu saja keinginan itu ditolak mentah-mentah. Terjadilah perdebatan yang seru. Berkali-kali diadakan musyawarah selalu menemui jalan buntu. Pada musyawarah terakhir diambillah keputusan untuk mencoba adu kesaktian antara si Empat Mata dan Si Pahit Lidah. Tempatnya di bawah pohon enau diluar kota kerajaan.

Esok harinya berkumpullah ketujuh saudara kandung itu di bawah pohon enau besar yang menjulang tinggi ke angkasa. Memang ini bukan pohon enau sembarang, barangkali inilah pohon enau terbesar dan tertinggi di dunia. Konon pohon ini telah berumur ratusan tahun. Dalam pertandingan ini siapa yang menang akan berhak menjadi Raja Tanjung. Sesuai kesepakatan maka si Empat Mata diuji lebih dahulu. Si Pahit Lidah kemudian memanjat pohon enau yang penuh dengan buah. Sementara si Empat Mata telungkup di bawah pohon, siap menerima jatuhnya tandan-tandan enau ke punggungnya.

Suasana jadi tegang, lima saudaranya yang jadi saksi berharap agar si Empat Mata selamat. Sementara Si Pahit Lidah berharap agar si Empat mata cepat mati. Si Pahit Lidah sengaja memilih tandan yang besar dan penuh dengan buah. Ia membacok tandan-tandan besar itu. Satu demi satu tandan enau berjatuhan ke bawah, namun tidak satupun mengenai punggung si Empat Mata. Inilah kelebihan si Empat Mata, ia mempunyai kesaktian yang dapat menipu pandangan lawan, sehingga lawannya terkecoh. Sepuluh tandan telah berjatuhan, tetapi tidak ada yang mengenai sasaran.si Pahit Lidah menjadi kecewa berat dan putus asa.

Namun masih ada sebersit harapan bahwa kalau dia yang terkenal sakti saja tak dapat menjatuhi punggung kakaknya secara tepat, apalagi kakaknya yang tidak seberapa sakti. Maka dengan membesarkan hatinya sendiri ia turun dari pohon enau menuggu giliran dijatuhi buah enau. Kini ganti si Empat Mata yang naik ke atas pohon. Mula-mula ia sengaja menjatuhkan tandan yang kecil yang tidak dikenakan pada sasaran, Si Pahit Lidah tersenyum lega mengetahui hal itu. Berikutnya si Empat Mata menjatuhkan tandan yang agak besar dan dibidik tepat pada sasaran.

Si Pahit Lidah mengeluh lirih saat tandan buah enau itu mengenai punggungnya. Ia masih bisa menahan rasa sakit di punggunya itu. Namun tandan ketiga dan seterusnya adalah tandan-tandan yang besar dan sarat dengan buah. Satu demi satu tandan itu jatuh tepat mengenai punggung si Pahit Lidah. Pada jautuhan kelima si Pahit Lidah sudah tak bisa menjerit lagi, ia sudah sekarat ajalnya hampir tiba, dan pada jatuhan tandan keenam si Pahit Lidah langsung mati. Si Mata Empat langsung turun dari pohon enau, sedangkan saudaranya yang lain datang mengerubuti. Bagaimanapun mereka telah kehilangan saudara kandung.

Apalagi Si Pahit Lidah adalah adik bungsu yang seharusnya mereka sayangi. Mereka merangkul jasad si Pahit Lidah. Si Mata Empat membalikkan tubuh si Pahit Lidah dan berkata,

Si Mata Empat : Dia dijuluki si Pahit Lidah, akan kucoba apakah benar lidahnya pahit?

Si Mata Empat mengangkat tubuh adiknya lalu menjulurkan lidahnya untuk mencicipi lidah adiknya yang telah mati. Namun inilah kesalahan fatal si Empat Mata. Sebab disamping lidah adiknya terasa pahit juga mengandung racun dan kesaktian yang luar biasa. Si Mata Empat langsung jatuh pingsan dan tak berapa lama kemudian ia menghembuskan nafas terakhir menyusul adiknya ke alam baka.

1 komentar: